Ma'had Aly


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu penentu berkembangnya suatu bangsa adalah adanya sumber daya manusia yang berkualitas unggul dalam berbagai disiplin keilmuan. Berbicara masalah sunber daya manusia sepatutnya tidak terlepas dari  pendidikan. Bangsa yang berkebudayaan baik tentunya akan sangat memperhatikan pendidikan. Maka dari itu, usaha meningkatkan angka  partisipasi dan mutu pendidikan tinggi merupakan tugas semua pihak, baik  pemerintah maupun masyarakat.[1] Bangsa Indonesia memiliki berbagai lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat. Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan agama yang dikelola oleh masyarakat.
Pondok  pesantren diakui sebagai sistem dan lembaga pendidikan Islam yang memiliki akar sejarah dengan ciri-cirinya yang khas. Menurut Khozin sistem  pendidikan pesantren memiliki beberapa kelemahan, namun pesantren ternyata masih dianggap sebagai tempat yang efektif untuk mengenalkan ajaran Islam.[2] Keberadaannya sampai sekarang masih berdiri kokoh di tengah-tengah komunitas masyarakat baik di kota maupun di pedesaan.
Pada dasarnya fungsi pondok pesantren terdiri dari tiga hal pokok, Pertama sebagai lembaga tafaqquh fiddin (pengembangan keagamaan). Fungsi ini meniscayakan pesantren sebagai penopang, pengembang dan pemelihara nilai-nilai keagamaan: Kedua, sebagai lembaga pengembangan masyarakat (social transformatif), yaitu pondok pesantren dituntut berperan aktif dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan mampu mendorong perubahan sosial: Ketiga, sebagai lembaga pendidikan dan dakwah yaitu pesantren harus mampu memerankan dirinya menjadi pusat belajar (study center) dan misi penyebaran ajaran-ajaran agama Islam.
Ma’had Aly merupakan salah satu bentuk usaha pelembagaan tradisi akademik pesantren yang pendiriannya dilatar belakangi oleh kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan pesantren tingkat tinggi yang mampu melahirkan ulama, di tengah-tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Dengan kata lain Ma’had Ali merupakan lembaga kaderisasi ulama, sehingga di dalamnya tidak saja diajarkan ilmu-ilmu keagamaan (tafsir, hadits, fiqih dan teologi), tetapi juga ilmu-ilmu umum seperti sosiologi, antropologi dan filsafat. Sehingga alumnus Ma’had Aly dapat berpartisipasi dalam perubahan sosial di Indonesia dan dapat menjawab tantangan globalisasi dan modernisasi.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah, sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan ma’had ali?
2.      Bagaimana ma’had ali sebagai perguruan tinggi keagamaan formal?






PEMBAHASAN

A.    Ma’had Ali
Ma’had Aly merupakan salah satu bentuk usaha pelembagaan tradisi akademik pesantren, yang dilakukan sekitar dua dekade yang lalu. Cikal bakal pelembagaan ini adalah program-program kajian takhassus yang sudah berkembang berpuluh-puluh tahun di lingkungan pesantren. Pembentukan Ma’had Aly dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan pesantren tingkat tinggi yang mampu melahirkan ulama di tengah-tengah kamajuan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Disamping mempertahankan tradisi keilmuan yang sudah menjadi ciri khas pesantren bertahun-tahun, Ma’had Aly juga berusaha melakukan pembaharuan dalam kurikulum dan metodologi pengajaran.
Meskipun tekanan tetap diberikan pada pengajaran ilmu-ilmu keagamaan, kurikulum Ma’had Aly mencakup juga ilmu-ilmu umum seperti sosiologi, antropologi, dan filsafat. Dalam hal pengajaran ilmu-ilmu keagamaan, kurikulum disusun berdasarkan pendekatan disipliner seperti fiqh, ushul fiqh, tafsir, ilmu tafsir, hadits, ilmu hadits, tasawwuf, dll, yang dikombinasikan dengan penggunaan kitab-kitab tingkat tinggi dalam tradisi pendidikan pesantren. Rujukan dan bacaan dalam ilmu-ilmu keagamaan juga diperluas dengan kitab-kitab yang ditulis ulama-ulama modern. Sementara itu, muatan ilmu-ilmu umum diberikan sebagai dasar dan pengenalan untuk memperkaya wawasan dan mempertajam analisis dan perbandingan (komparasi). Pendalaman dan pengembangan lebih jauh dalam ilmu-ilmu umum ini diserahkan pada proses belajar mandiri.
Dalam proses pembelajaran, Ma’had Aly menggunakan metodologi pengajaran yang memberi kesempatan kepada para peserta untuk berekspressi. Di antara metode-metode yang sering digunakan adalah diskusi, seminar, dan penulisan laporan kepustakaan. Pengajar pada Ma’had Aly lebih berperan sebagai pembimbing, pengarah, dan fasilitator, sementara para peserta dituntut untuk aktif dan berinisiatif sendiri dalam mengembangkan pemahaman-pemahaman keagamaan. Untuk kepentingan ini Ma’had Aly pada umumnya dilengkapi dengan perpustakaan yang menyediakan literatur-literatur keagamaan yang bervariasi.
Dewasa ini beberapa pesantren telah membuka Ma’had Aly sebagai lembaga atau jenjang yang berdiri sendiri. Beberapa di antaranya adalah Ma’had Aly di pesantren Asembagus Situbondo, Ma’had Aly di pesantren Krapyak Yogyakarta, dan Ma’had Aly di pesantren Ciamis. Usaha-usaha rintisan untuk mendirikan Ma’had Aly tengah dilakukan oleh sejumlah pesantren, baik di Jawa maupun luar Jawa. Tenaga-tenaga pengajar Ma’had Aly pada umumnya sarjana-sarjana lulusan Timur Tengah, dengan latarbelakang pesantren yang cukup kuat. Beberapa sarjana dari lingkungan perguruan tinggi baik dalam negeri maupun luar negeri juga dilibatkan, khususnya untuk bidang kajian ilmu-ilmu umum dan modern. Dalam pandangan Ma’had Aly agama adalah puncak pencapaian, sedangkan IPTEK adalah salah satu wahana untuk mencapainya.
Kualitas dan kuantitas mahasantri dalam sebuah pesantren mempunyai peran besar terhadap nilai pesantren. Semakin banyak mahasantri yang dimiliki dan semakin beragam daerah asal mahasantri, maka nilai pesantren akan semakin lebih tinggi, karena kemahsyuran sebuah pesantren dapat dilihat dari kondisi objektif santrinya.[3] Oleh karena itu studi terhadap mahasantri akan difokuskan pada daerah asal daerah mahasantri, latar belakang pendidikan keluarga, serta kemampuan ekonomi mahasantri, serta perkembangan kuantitas mahasantri.

B.     Terbentuknya Ma’had Ali
Pondok pesantren merupakan pendidikan tertua di Indonesia sejak pesantren Ampel Denta Surabaya, berdiri selanjutnya berturut-turut lembaga pendidikan pondok pesantren terus menyebar di tanah air terutama Pulau Jawa dari pondok pesantren tersebut, telah melahirkan pemimpin seperti Raden Fatah dengan majelis Wali Sanga (1478-1518 H).
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang digunakan untuk asrama para santri. Di samping itu kata “pondok” berasal dari kata “funduq” yang berarti hotel atau asrama.[4]
Kata ma’had aly secara etimologi berarti pesantren tinggi atau dengan kata lain setingkat dengan perguruan tinggi. Munculnya Ma’had Aly dilatar belakangi oleh langkanya pendidikan formal yang secara khusus mencetak ulama dalam masyarakat yang sedang mengalami perubahan, meskipun banyak perguruan tinggi Islam.
Secara historis eksistensi ma’had ‘aly di Indonesia pada awalnya muncul dari beberapa pesantren terutama di Jawa, sebagai upaya pengembangan dari program takhasshush yang merupakan jenjang pendidikan tingkat tinggi dalam tradisi pendidikan pondok pesantren khususnya yang mempertahankan sistem klasik dengan orientasi pengkaderan ulama, melalui jenjang takhasshush inilah dibina para kader ulama (biasa disebut kiai) yang memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan bidang spesialisasi keilmuan yang diprogramkan.[5] Secara umum, meskipun institusi takhasshush ini bersifat non formal dan tidak pernah pengelolanya berurusan dengan pemerintah untuk mendapat pengakuan dan penyetaraan secara formal namun dari segi efektifitas dapat dikatakan berhasil dan kualitas luarannya dapat diunggulkan.
Siapa yang lebih mendalam penguasaan ilmu-ilmu fiqih beserta segenap ilmu-ilmu alatnya (bahasa arab, ilmu tafsir, musthalah hadis, dsb) antara seorang alumni takhasshush fiqih dari sebuah pondok pesantren misalnya, dengan seorang luaran S1 dari fakultas syari’ah suatu perguruan tinggi agama Islam yang formal di negeri ini baik negeri maupun swasta. Padahal, rumusan misi dan tujuan kedua lembaga di atas bisa dipastikan sama atau -paling tidak- hampir sama atau mirip-mirip. Mengapa hal itu bisa terjadi? Banyak faktor yang terkait; namun yang paling mendasar adalah persoalan penerjemahan orientasi pendidikan dalam tataran operasionalnya, yang bila lebih dijabarkan akan tercakup dengan sendirinya persoalan kurikulum, metodologi, pendidik/pengajar, anak didik/anak ajar, lingkungan dan sebagainya.
Memperhatikan efektifitas program takhasshush atau ma’had ‘aly di satu sisi dalam upaya mencapai misi pendidikannya, dan menyadari fenomena dis-orientasi yang terjadi secara umum pada PTAI pada sisi yang lain, sudah kurang lebih satu dekade terakhir DEPAG RI melalui Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren (Ditpekepontren) secara serius memelopori upaya pengembangan ma’had ‘aliy yang ada di pesantren, menjadikannya sebagai suatu institusi formal dan menyetarakannya dengan perguruan tinggi Islam (PTAI) yang ada, akan tetapi pola pendidikan dan tradisi kesarjanaan kepesantrenan tetap dipertahankan, orientasinya jelas ialah menghasilkan para ulama yang selain memiliki potensi karismatik dan kepemimpinan tentu berbekal penguasaan ilmu-ilmu Islam yang memadai dan secara khusus memiliki satu bidang spesialisasi yang menjadi area kompetensi keilmuannya.
Menurut Direktur Pekapontren DEPAG RI, DR. H. Amin Haedari, MA, ditargetkan perangkat-perangkat aturan tentang perguruan tinggi ma’had ‘aly bisa rampung paling lambat tahun 2007 dan akan diadakan launching ma’had ‘aly secara nasional sebagai sebuah bentuk perguruan tinggi Islam resmi, sejajar dengan perguruan tinggi Islam lainnya namun tetap dengan karakter khas-nya. Adanya konsep ma’had ‘aliy yang tengah dikembangkan oleh DEPAG RI sebagai perguruan tinggi khas untuk kaderisasi ulama (bukan cendekiawan) inilah yang kemudian dipandang oleh para pimpinan lembaga WI dan kalangan asatidzah (dosen STIBA) sangat relevan dengan plat-form gerakan dakwah WI yang didasari oleh manhaj Salaf yang salah satu prinsipnya adalah “al-‘ilm qabla al-qaul wa al-’amal” (berilmu sebelum berkata dan berbuat). Dalam konteks gerakan dakwah, prinsip tersebut mengharuskan keberadaan orang-orang memiliki penguasaan ilmu (syar’i) yang mendalam (minimal memadai) sebagai ikon utama dalam usaha dakwah menuju pencapaian tujuan-tujuannya.
Dalam perkembangannya, pondok pesantren menjelma sebagai lembaga sosial yang memberikan warna yang khas bagi masyarakat sekitarnya. Peranannya pun berubah menjadi agen perubahan (agent of change) dan agen pembangunan masyarakat. Adapun tujuan utamanya, yaitu tafaqquh fi al-addin dengan menekankan pentingnya nilai-nilai, tata aturan, dan nilai agama Islam sebagai pedoman kesalehan individual maupun kesalehan sosial.[6]
Dalam dinamika pendidikan pesantren memaparkan bahwa perkembangan pondok pesantren telah mengalami pergeseran atau perubahan pada beberapa aspek seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[7] Wacana yang berkembang dalam dinamika pemikiran dan pengalaman praktis alumni pesantren merupakan bagian dari infrastruktur masyarakat yang makro telah berperan menyadarkan komunitas masyarakat untuk mempunyai idealisme, kemampuan intelektual, dan perilaku mulia (al-Akhlak al-Karimah) guna menata dan membangun karakter bangsa yang paripurna. Ini dapat dilihat dari peran strategis pesantren yang dikembangkan dalam kultur internal pendidikan pesantren.[8]
Pondok pesantren dalam arti sudah mampu melaksanakan pendidikan diniyah pada jenjang pendidikan tinggi, maka pemerintah mengeluarkan peraturan dalam peraturan pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 pasal 20 ayat 1 yang berbunyi: “Pendidikan diniyah pada jenjang pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik dan profesi berbentuk universitas, institut, atau sekolah tinggi”.[9]
Melihat dari isi peraturan pemerintah tersebut jelas bahwa pemerintah telah memberikan wewenang kepada pesantren untuk melaksanakan pendidikan Ma’had Aly sebagai jenjang pendidikan tinggi. Dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa mendirikan Ma’had Aly atau paling tidak terakreditasi B+ atau A, yang menjadi standaritas pemerintah dalam memberikan izin kepada pesantren untuk bisa mendirikan Ma’had Aly tersebut.
Berdasarkan dari pemikiran di atas pesantren saat ini sedang dan akan mengambil langkah strategis dengan membentuk program pendidikan pasca santri. Program ini merupakan jenjang pendidikan lanjutan bagi para santri yang telah menyelesaikan pendidikannya (dalam waktu tertentu) di pesantren. Dalam istilah pesantren program ini disebut ma’had aly.[10]
Ma’had aly dibentuk dalam rangka mempersiapkan kader-kader ulama yang memiliki integritas ilmiah, amaliyah, dan khuluqiyyah yang berkualitas dan memiliki keadilan, kesetaraan, keterbukaan, kejujuran, kepercayaan, dan kerakyatan. Ma’had aly berdasarkan Ahlus Sunnah Waljama’ah dengan dasar Islam dimaksudkan bahwa Ma’had aly diadakan, diselenggarakan, dan dikembangkan berangkat (point of depture) dari ajaran Islam, proses pengelolaannya secara Islami dan menuju apa yang diidealkan oleh pendidikan yang Islami.[11]

C.    Dasar, Visi, Misi, Operasional, Tujuan dan Fungsi
1.      Dasar
Ma’had Aly berdasarkan Islam dan Pancasila. Dengan Islam dimaksudkan bahwa Ma’had Aly diadakan, diselenggarakan dan dikembangkan berangkat dari ajaran Islam, dilaksanakan proses pengelolaannya secara Islami dan menuju apa yang diedialkan oleh model-model pendidikan yang Islami, dan dengan Pancasila dimaksudkan bahwa Ma’had Aly diselenggarakan, dikembangkan dan diamalkan dalam wacana Pancasila sebagai landasan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bagi seluruh warga Negara Indonesia.
2.      Visi
Visi Ma’had Aly dalam abad 21 ini adalah menjadi salah satu pusat studi Islam di Indonesia. Diyakini sepenuhnya bahwa budaya, karya-karya ulama, cendikiawan dan ilmuan-ilmuan muslim Indonesia mampu menjadi sumber kajian Islam mengiringi pusat-pusat kajian Islam dari Timur Tengah, Eropa, Amerika dan Negara-negara lain yang juga menyimpan sumber-sumber akademik ajaran Islam.
3.      Misi
Sesuai dengan visi di atas, maka misi Ma’had Aly adalah Pertama: mengadakan kajian Islam secara Kaffah, dan komprehensip atau holistik agar bangsa dan negara Indonesia mampu menghadapi tantangan zamannya atau mampu hidup terhormat dalam tatanan kehidupan internasional modern tanpa kehilangan jati dirinya. Kedua, Ma’had Aly rnengembangkan sistem Pondok Pesantren yang mampu menjadi sumber pengembangan IPTEKS (ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni) lengkap pemanfaatannya dalam bingkai ajaran Islam. Melalui misi kedua ini, diharapkan Ma’had Aly dapat memberikan sumbangan yang substansial dan konstruktif bagi bangsa dan negara Indonesia secara terus-menerus mencari penyempurnaan Sistem Pendidikan Nasionalnya.
4.      Operasional
Seiring dengan tantangan kehidupan dalam era globalisasi dengan persaingan yang keras dan dinamika yang tinggi, maka orientasi Ma’had Aly dalam abad ke-21 ini tidak lain kecuali harus berorientasi pada mutu, kebenaran dan kebaikan bagi seluruh kepentingan bangsa dan negara serta agama sebagai konsekuensi logis bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Orientasi ini dimaksudkan untuk mengatasi kecenderungan akhir-akhir ini di mana nilai-nilai kemanusiaan bangsa Indonesia terasa amat terpuruk dan jauh dari nilai Islami.
5.      Tujuan
a.       Menyiapkan dan mengantarkan mahasantri menjadi ulama yang memiliki sifat-sifat sebagaimana dicontohkan Rosulullah (siddiq, amanah, tabligh dan fathonah).
b.      Mengantar mahasantri jadi cendikiawan dan ilmuan yang memiliki kemauan dan kemampuan professional, terbuka, bertanggungjawab, berdedikasi dan peduli terhadap bangsa dan negara serta berpandangan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.


6.      Fungsi
Ma’had Aly mempunyai fungsi :
a.       Pelaksanaan pengembangan dan penyelenggaraan pendidikan
b.      Pusat pengkajian dan penelitian dalam rangka pengembangan dan penemuan ilmu pengetahuan.
c.       Pengabdian kepada masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat madani
d.      Sebagai agen modernisasi bangsa, negara dan khususnya umat Islam/Ma’had Aly merupakan sumber “studi banding” bagi pengembangan Perguruan Tinggi Umum atau lainnya.

D.    Organisasi Ma’had Ali
1.      Ma’had Aly diselenggarakan oleh pondok pesantren.
2.      Ma’had Aly dipimpin oleh seorang pimpinan Ma’had yang disebut dengan Mudir (direktur)
3.      Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, seorang mudir bisa dibantu oleh wakil mudir yang jumlahnya disesuaikan kebutuhan.
4.      Kedudukan mudir dan wakil mudir ditetapkan oleh Majelis Syura setelah mendapat persetujuan dari penyelenggara Ma’had Aly.
5.      Majelis Syura adalah Badan Normatif dan perwakilan tinggi dalam Ma’had Aly, yang beranggotakan ulama atau kyai, seluruh tenaga pengajar atau mursyid dan berfungsi untuk:
a.       Merumuskan kebijakan Akademik Ma’had Aly
b.      Merumuskan norma dan tolak ukur penyelenggaraan Ma’had Aly
c.       Merumuskan kriteria tenaga pengajar
d.      Menilai pertanggungan jawab mudir
e.       Memberikan pertimbangan kepada penyelenggara Ma’had Aly tentang calon mudir
6.      Majelis Ma’had Aly adalah dewan nasional yang dipimpin oleh seorang ulama senior dan beranggotakan beberapa orang ulama, mursyid, dan pakar sesuai kebutuhan dengan mendapatkan legitimasi dari Menteri Agama. Tugas pokok Majelis Ma’had Aly memberikan pertimbangan kepada Menteri Agama tentang kelayakan pendirian dan penyelenggaran Ma’had Aly.
7.      Tenaga pengajar pada Ma’had Aly disebut Mursyid yang diangkat oleh penyelenggara Ma’had Aly.
8.      Mursyid Ma’had Aly terdiri dari Mursyid tetap dan Mursyid tidak tetap (visiting professor/al-ustadz az zairy).
9.      Peserta didik dalam Ma’had Aly disebut dengan mahasantri.
10.  Untuk menjadi peserta didik dalam Ma’had Aly atau mahasantri seseorang harus :
a.       Telah lulus rekrutment yang dilaksanakan oleh Ma’had Aly yang bersangkutan, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Ma’had Aly.
b.      Warga Negara Asing dapat menjadi mahasantri setelah memenuhi persaratan tambahan tertentu.
11.  Mahasantri mempunyai hak :
a.       Menggunakan kebebasan akademik secara bertanggung jawab untuk menuntut ilmu sesuai dengan norma dalam lingkungan Ma’had Aly
b.      Memperoleh layanan akademik sebaiknya.
c.       Memanfaatkan fasilitas Ma’had Aly dalam rangka kelancaran studi,
d.      Mendapat bimbingan dari Mursyid yang bertanggung jawab dalam bidang studinya.
e.       Memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan studi.
f.       Mempunyai hak untuk pindah ke Ma’had Aly lain bilamana memenuhi persyaratan.
12.  Mahasantri berkewajiban :
a.       Mematuhi semua peraturan yang berlaku pada Ma’had Aly maupun pesantren penyelenggaranya.
b.      Ikut memelihara sarana dan prasarana.
c.       Ikut serta dalam menanggung biaya penyelenggaraan Ma’had Aly.
d.      Menghargai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berlandaskan Islam.
e.       Menjaga kewibawaan Ma’had Aly (almamater).
13.  Alumni Ma’had Aly
Adalah seorang yang telah menyelesaikan seluruh beban studi Ma’had Aly melalui ketentuan ujian-ujian yang ditetapkan secara sah dan mendapatkan legalitas kelulusannya.
14.  Unit Pelaksana Akademis dan Unit Pelaksana Teknis
UPA dan UPT pada Ma’had Aly ditetapkan oleh Mudir setelah mendapatkan persetujuan Dewan Syura dan Penyelenggara Ma’had Aly.

E.     Kurikulum
Kurikulum merupakan program pembelajaran atau rencana-rencana belajar untuk mencapai mutu kopetensi akademik dan mutu kompetensi profesional. Dengan standar mutu yang ditetapkan penyelenggara Ma’had Aly yang bersangkutan dan dikonsultasikan dengan Majelis Syuro. Dengan standar mutu akademik dimaksud, lulusan Ma’had Aly memiliki kompetensi sebagai ulama yang dapat menjalankan fungsi keteladanan, kependidikan, penyuluhan pengembangan masyarakat dan pemberi fatwa keagamaan sesuai dengan tantangan zaman.
Secara lebih terperinci, kompetensi diatas terdiri dari kompetensi akademik dan kompetensi professional.
1.      Perangkat kemampuan akademik meliputi :
a.       menguasai sumber-sumber ajaran Islam dan cara mengembangkan kandungan nash secara tekstual dan kontekstual.
b.      kemampuan melakukan konsultasi literature al-kutub alqadimah (kitab-kitab salaf) dalam tataran madzhab qauli yang diikuti dengan kemampuan kritik rasional terhadap ungkapan doktrinalnya.
c.       kemampuan untuk mengoperasikan dan mengembangkan manhaj al-fikri dan istinbath al-hukum dan nas-nash dalam rangka menjawab masalah-masalah kontemporer.
d.      kemampuan untuk mengembangkan pemikiran keislaman yang disertai dengan wawasan keilmuan modern.
2.      Perangkat kemampuan profesional adalah kemampuan mentransfer nilai-nilai ajaran Islam baik sécara individual maupun sosial yang meliputi pengelolaan institusi dengan program-programnya.
a.       Secara Individual, dapat menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam jiwa dan raganya sehingga mampu bersosialisasi diri di tengah masyarakat.
b.      Secara Individual, trampil mentransfer nilai-nilai ajaran agama dalam mengembangkan masyarakat madani dan menjadi ‘motor’ pemberdayaan umat.

1)      Penyusunan Kurikulum
Ma’had Aly dilaksanakan atas dasar kurikulum yang disusun oleh masing-masing penyelenggara sesuai dengan program dan kekhususan bidang kajian.
a.       Kurikulum Ma’had Aly mencerminkan program akademik dan program professional untuk mencapai standar kompetensi yang harus dimiliki lulusan Ma’had Aly.
b.      Dalam kurikulum Ma’had Aly, mahasantri diharapkan mampu menguasai bahasa asing (Arab dan atau bahasa Inggris).

2)      Sistem Pengajaran
Sistem pengajaran Ma’had Aly diselenggarakan dengan sistem klasikal melalui metode diskusi, seminar, dialog dan penelitian.

3)      Bahasa Pengantar
Bahasa pengantar di Ma’had Aly adalah bahasa Arab dan bahasa Indonesia.

4)      Penilaian Hasil Studi
Penilaian terhadap kegiatan, kemajuan dan kemampuan Mahasantri dilakukan secara berkala yang berbentuk ujian, pelaksanaan tugas dan pengamatan.


5)      Indeks Prestasi Kelulusan
Indeks prestasi kelulusan ditetapkan sebagai berikut :
1.      Predikat Mumtaz/cumlaude merupakan prestasi kelulusan tertinggi (istimewa) dengan nilai antara 3.50 hingga 4.00.
2.      Predikat Jayyid Jiddan merupakan prestasi kelulusan amat baik dengan nilai antara 3.00 hingga 3.49.
3.      Predikat Jayyid merupakan prestasi kelulusan baik dengan nilai antara 2.50 hingga 2.99.
4.      Predikat Maqbul merupakan prestasi kelulusan sedang dengan nilai antara 2.00 hingga 2.49.
5.      Predikat Rasib merupakan tidak lulus antara nilai 0.00 hingga 1.99.

F.     Kebebasan Akademik dan Otonomi Keilmuan
1.      Kebebasan Akademik merupakan kebebasan yang dimiliki civitas akademika Ma’had Aly untuk secara mandiri bertanggungjawab dan bermoral dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran di Ma’had Aly yang terkait dengan penggalian, pemahaman ilmu dan pengamalan serta pengembangan ilmu-ilmu kelslaman.
2.      Otonomi keilmuan adalah kegiatan keilmuan yang berpedoman pada norma dan kaidah agama serta ilmu pengetahuan yang mencakup keterbukaan, bertanggung jawab sepenuh hati dan rahmat bagi semesta alam yang harus ditaati oleh civitas akademika Ma’had Aly.’
3.      Akuntabilitas, yaitu Ma’had Aly diselenggarakan secara terbuka dan bertanggungjawab.
4.      Evaluasi diri (self evaluation), yaitu penyelenggara Ma’had Aly melakukan evaluasi setiap periode dalam waktu tertentu 6 hingga 12 bulan sekali sesuai dengan kebutuhan, meliputi seluruh komponen pendidikan dan pengajaran.



G.    Pembiayaan dan Otonomi Pengelolaan
1.      Keuangan Ma’had Aly diperoleh dari sumber keuangan mandiri, masyarakat, pemerintah dan lembaga-lembaga lain baik dari dalam negeri maupun luar negeri dengan prosedur halal dan sah.
2.      Pengelolaan dana Ma’had Aly diatur sesuai dengan peraturan serta kesepakatan yang telah ditetapkan oleh penyelenggara Ma’had Aly.

H.    Kerjasama Antar Lembaga dan Perorangan
Dalam pelaksanaan kegiatan akademiknya, Ma’had Aly dapat menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga lain, baik dalam maupun luar negeri yang mekanismenya diatur tersendiri sesuai bentuk dan sifat kerjasamanya.

I.       Pengawasan dan Akreditasi
1.      Ma’had Aly akan menetapkan tatacara pengawasan mutu dan efisiensi kegiatan yang meliputi kurikulum, mutu dan jumlah tenaga penyelenggara Ma’had Aly, keadaan Mahasantri, pelaksanaan proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, tatalaksana dan administrasi akademik, keuangan secara berkala.
2.      Pengawasan ditujukan untuk pengendalian mutu program akademik dan non akademik yang dilakukan oleh Ma’had Aly agar dapat menghasilkan lulusan sebagaimana diharapkan dalam profil lulusan.
3.      Penilaian sebagaimana dimaksud di atas dilakukan oleh Majelis Ma’had Aly bersama-sama dengan penyelenggara dan tokoh masyarakat serta pengguna jasa Ma’had Aly.
4.      Akreditasi, yaitu penilaian dan pengakuan pihak luar  atau para pengguna jasa Ma’had Aly mengenai mutu  Ma’had Aly di semua komponen pendidikannya, terutama model pembelajaran dan kualitas lulusannya. Akreditor dilakukan oleh para ahli di bidang studinya.



J.      Kode Etik dan Penghargaan
1.      Kode Etik
a.       Dalam melaksanakan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik dan mimbar otonomi keilmuan, setiap anggota civitas akademika Ma’had Aly harus bertanggungjawab secara pribadi dan akhirnya tidak merugikan lembaga.
b.      Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar dan otonomi keilmuan, diarahkan untuk terwujudnya pemantapan pengembangan ilmu pengetahuan agama Islam.
c.       Ma’had Aly menjunjung tinggi etika akademik dan norma-norma agama Islam yang berarti menghargai hakekat masing-masing ilmu pengetahuan serta pengajaran agama Islam.
d.      Etika akademik perlu secara dini ditanamkan pada mahasantri melalui uswatun hasanah, perkuliahan dan lain-lain.
e.       Perwujudan kebabasan akademik, kebebasan mimbar dan otonomi keilmuan dan kode etik pada Ma’had Aly ditetapkan oleh majelis Ma’had Aly dan penyelenggara Ma’had Aly.
f.       Penyelenggara Ma’had Aly dapat membentuk dewan kehormatan kode etik Ma’had Aly.

2.      Penghargaan
a.       Untuk menciptakan kondisi tradisi akademik dalam upaya peningkatan pelaksanaan proses belajar mengajar, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, Ma’had Aly memberikan penghargaan kepada setiap individu yang telah terbukti berjasa dan menunjukkan kesetiaan prestasi pada lembaga.
b.      Majelis Ma’had Aly dapat memberikan penghargaan atas prestasi dan reputasi Ma’had Aly pada level nasional.
c.       Bentuk, syarat dan tatacara penghargaan diatur lebih lanjut dengan ketetapan penyelenggara Ma’had Aly yang bersangkutan dengan mengkonsultasikan lebih dulu kepada Majelis Ma’had Aly.

K.    Sanksi
1.      Civitas Akademi Ma’had Aly yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2.      Kegiatan-kegiatan civitas akademika Ma’hadAly atas nama pribadi atau kelompok menjadi tanggungjawab pribadi atau kelompok yang bersangkutan dengan seijin mudir.
3.      Sanksi terhadap mahasantri, baik dengan alasan akademik maupun non akademik hanya dapat dilakukan oleh penyelenggara Ma’had Aly setelah mendapat masukan dari Dewan Syura Ma’had Aly dan mudir.
4.      Civitas akademika yang mendapat sanksi dimaksud diberi kesempatan membela diri pada forum Dewan Syura.

L.     Gelar
Gelar yang diberikan sesuai dengan jurusan masing, gelar kesarjanaan bagi S1, gelar Magister untuk pascasarjana.

M.   Dasar Hukum
Eksistensi Mahad Aly sesungguhnya memiliki landasan hukum yang sangat kuat. Setidaknya ada 2 (dua) Undang-undang yang dapat dijadikan dasar hukum. Pertama, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 15 disebutkan bahwa di antara jenis pendidikan yang ada di negara kita adalah jenis pendidikan keagamaan. Lalu, Undang-undang ini diturunkan ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, dalam pasal 9 disebutkan bahwa Pendidikan Keagamaan di antaranya terdiri atas Pendidikan Keagamaan Islam.
Atas dasar ini, selanjutnya Kemenag menerbitkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, pada pasal 23 disebutkan bahwa Mahad Aly merupakan bentuk dari pendidikan diniyah formal jenjang pendidikan tinggi.
Selanjutnya,Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dalam pasal 30 ayat (2) disebutkan bahwa Pendidikan tinggi keagamaan berbentuk universitas, institut, sekolah tinggi, akademi dan dapat berbentuk Mahad Aly. Atas dasar kedua Undang-undang tersebut, Kementerian Agama menerbitkan Peraturan Menteri Agama Nomor 71 Tahun 2015 tentang Mahad Aly.
Sesuai dengan penjelasan dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 71 Tahun 2015, yang dimaksud dengan Ma’had Aly adalah perguruan tinggi keagamaan Islam yang menyelenggarakan pendidikan akademik dalam bidang penguasaan ilmu agama Islam (tafaqquh fiddin) berbasis kitab kuning yang diselenggarakan oleh dan berada di pesantren. Berdasarkan aturan tersebut, entitas Ma’had Aly sebagai Pendidikan Diniyah Formal pada jenjang pendidikan tinggi sejatinya mengacu pada dua regulasi sebelumnya, yaitu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), terutama di dalam Pasal 30 ayat (4) yang secara eksplisit menyebutkan, “Pendidikan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja, samanera, dan bentuk lain yang sejenis”.
Serta Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pasal 30 ayat (2) menyebutkan, “Pendidikan tinggi keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk universitas, institut, sekolah tinggi, akademi dan dapat berbentuk ma’had aly, pasraman, seminari, dan bentuk lain yang sejenis. ”Kedua undang-undang tersebut kemudian diturunkan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Dalam penjelasan Pasal 20 ayat (1), nomenklatur Ma’had Aly tercakup sebagai salah satu bentuk pendidikan diniyah pada jenjang pendidikan tinggi dan dipertegas kembali melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam dan PMA No. 71 Tahun 2015 yang secara khusus mengatur penyelenggaraan Ma’had Aly.
Pelembagaan Ma’had Aly sebagaimana tertuang dalam PMA No. 71 Tahun 2015 merupakan cita-cita lama yang dimiliki pesantren. Betapa tidak, rumusan draf PMA Ma’had Aly tersebut sudah diwacanakan sejak pertengahan tahun 2003 sebagai tindak lanjut atas disahkannya Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 dan PP 55 Tahun 2007. Artinya, kurang lebih 13 (tiga belas) tahun lamanya eksistensi Ma’had Aly di pesantren-pesantren penyelenggara berjalan tanpa adanya payung hukum yang memadai. Sebut saja misalnya Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo yang berdiri sejak tahun 1990 konsisten membina mahasantri (sebutan untuk mahasiswa Ma’had Aly). Kemudian diklaim sebagai patron awal penyelenggaraan Ma’had Aly guna melahirkan generasi yang ahli di bidang ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin) meski tanpa sokongan payung hukum yang jelas.


  

KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut dapat diberikan kesimpulan bahwa Ma’had Aly adalah lembaga pendidikan ulama tingkat tinggi sebagai lanjutan dari pendidikan dan pengajaran diniyah tingkat Aliyah atau yang sederajat. Pedoman adalah pokok-pokok pedoman penyelenggara Ma’had Aly yang diharapkan untuk dipergunakan sebagai acuan atau panduan untuk merencanakan, melaksanakan dan mengembangkan program kegiatan serta evaluasi sesuai dengan tujuan Ma’had Aly.
Pada dasarnya fungsi pondok pesantren terdiri dari tiga hal pokok, Pertama sebagai lembaga tafaqquh fiddin (pengembangan keagamaan). Fungsi ini meniscayakan pesantren sebagai penopang, pengembang dan pemelihara nilai-nilai keagamaan: Kedua, sebagai lembaga pengembangan masyarakat (social transformatif), yaitu pondok pesantren dituntut berperan aktif dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan mampu mendorong perubahan sosial: Ketiga, sebagai lembaga pendidikan dan dakwah yaitu pesantren harus mampu memerankan dirinya menjadi pusat belajar (study center) dan misi penyebaran ajaran-ajaran agama Islam.
Adapun tujuan dari ma’had aly, yaitu:
1.      Menyiapkan dan mengantarkan mahasantri menjadi ulama yang memiliki sifat-sifat sebagaimana dicontohkan Rosulullah (siddiq, amanah, tabligh dan fathonah).
2.      Mengantar mahasantri jadi cendikiawan dan ilmuan yang memiliki kemauan dan kemampuan professional, terbuka, bertanggungjawab, berdedikasi dan peduli terhadap bangsa dan negara serta berpandangan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.




                                            


[1] Irfan Hielmy, Usulan program pembentukan ma'had 'aly kerjasama departemen agama  Republik Indonesia dengan pondok pesantren seluruh Indonesia, (Buletin Bina Pesantren , Edisi Agustus 1999), hal. 2.
[2] Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia, (Malang: UMM,2006), hal. 95-96.
[3]Munir. et. al., Rekontruksi dan Modernisasi Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 74
[4] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1983), hlm. 18
[5] http://wahdah.or.id/mahad-aly/, diakses pada tanggal 29 Oktober 2016
[6] H. E. Badri dan Munawwiroh, Pergeseran Literatur Pesantren Salafiyah, (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2007), hlm. 3
[7] Ibid., hlm. 15
[8] Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2004), hlm. 177
[9] Peraturan pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 pasal 20 ayat 1 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
[10] Ibid., hlm. 2
[11] http://www.Nuruljadid.net/indeks.php??co=f2034, diakses pada tanggal 1 November 2016

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sarana dan Prasarana Pendidikan

Syiah dan Sunni