Aspek Pendidikan yang terkandung dalam iman kepada hari kiamat dan iman kepada qodho dan qodar
Aspek yang Terkandung dalam Iman Kepada Hari Akhir dan Iman Kepada Qodho
dan Qodar
Oleh: Siska Widowati
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah proses
bimbingan untuk perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok yang
dilakukan seseorang secara sadar dalam rangka pendewasaan manusia dan
pembentukan pribadi yang mandiri. (Ki
Supriyoko, konfigurasi Pendidikan Nasional, 2007, hlm. 37)
Iman adalah aspek agama
Islam yang paling mendasar, dan bisa disebut pondasi dari setiap agama. Bila
sistem Iman rusak, maka runtuhlah bangunan agama secara keseluruhan. Dalam
agama Islam Iman ini terbagi menjadi enam, yaitu: Iman kepada Allah, Iman
kepada Rasulullah SAW, Iman kepada malaikat Allah, Iman kepada kitab-kitab
Allah, Iman kepada hari akhir, serta Iman kepada qadha dan
qadar.
Percaya kepada adanya kehidupan akhirat
merupakan rukun iman yang kelima. Beriman kepada hari akhir sesudah beriman
kepada allah menunjukan bahwa beriman kepada adanya kehidupan diakhirat
merupakan hal yang amat penting. Hal tersebut berisikan pesan
bahwa seseorang yang beriman kepada Allah dalam arti yang sesungguhnya atau
pura-pura beriman. Hanya dapat dilihat hasilnya diakhirat nanti. Demikian pula
seseorang yang melakukan amal ibadah dalam konteks iman kepada allah akan dapat
dilihat hasilnya diakhirat nanti.
Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan
ingatlah bahwa hakikat warna-warni kehidupan yang sedang kita jalani
di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan) dalam kitab “Lauhul
Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan tidak satupun makhluk Allah yang
mengetahui isinya. Semua kejadian yang telah terjadi adalah kehendak dan kuasa
Allah SWT. Begitu pula dengan bencana-bencana yang akhir-akhir ini sering
menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami, tanah longsor, banjir, angin ribut dan
bencana-bancana lain yang telah melanda bangsa kita adalah atas kehendak, hak,
dan kuasa Allah SWT.Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah
ditentukan oleh Allah SWT, seorang mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi
dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan apa-apa yang telah
diberikan Allah SWT.
Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh,
bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai ketentuan-ketentuan Ilahiah yang
tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan tentang
ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba
yang saleh-muslih, dan berusaha keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang
diinginkan setiap muslim yaitu melihat Rabbul’alamin dan
menjadi penghuni Surga.
Keimanan seorang mukmin yang benar harus
mencakup enam rukun. Yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik
takdir yang baik maupun takdir yang buruk. Salah memahami keimanan terhadap
takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat
beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah
takdir ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
dari permasalahan di atas dapat dirumuskan permasalahannya, sebagai berikut:
1. Bagaimana aspek pendidikan
yang terkandung dalam iman kepada hari kiamat?
2. Bagaimana aspek pendidikan
yang terkandung dalam iman kepada qodo dan qodar?
PEMBAHASAN
A. Aspek Pendidikan yang
Terkandung dalam Iman Kepada Hari Akhir
- Pengertian Iman Kepada hari Akhir
Iman berarti
percaya sedangkan hari akhir atau hari kiamat adalah hari berakhirnya seluruh
proses kehidupan makhluk hidup di dunia. Beriman kepada hari akhir (hari
kiamat) artinya mempercayai dengan sepenuh hati bahwa hari kiamat itu pasti
akan datang dan seluruh ummat manusia akan kembali dibangkitkan dari alam kubur
untuk menerima pengadilan dari Allah swt sebagai hakim yang Maha Adil.
Hal
ini sesuai dengan Firman Allah swt. dalam surat Al-Hajj: 7 yang berbunyi:
¨br&ur sptã$¡¡9$#
×puÏ?#uä
w |=÷u
$pkÏù cr&ur
©!$# ß]yèö7t
`tB
Îû
Íqç7à)ø9$#
ÇÐÈ
“Dan
sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan
bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur” (QS.Al-Hajj
[22]:7)
Dalam berbagai literatur dijumpai adanya keimanan yang
bertingkat-tingkat. Begitu pula keimanan terhadap hari akhir, seharusnya tidak
hanya memiliki dampak positif di Akhirat saja, melainkan dunia juga.
Berkenaan dengan itu, pada bab ini diajak untuk mendalami makna
beriman pada kehidupan akhirat dengan rujukan utama surat Qaaf ayat 19-23,
Al-A’la ayat 14-17 dan surat Al-Hadid ayat 20. fokus kajian ini tidak
semata-mata memahami ayat dari segi tekstualnya sebagaimana dijumpai dalam
kitab-kitab tafsir, melainkan akan dikaji pula nilai-nilai pendidikan yang
terkandung didalamnya.
1. Surat Qaaf Ayat 19-23
ôNuä!%y`ur äotõ3y ÏNöqyJø9$# Èd,ptø:$$Î/ ( y7Ï9ºs $tB |MYä. çm÷ZÏB ßÏtrB ÇÊÒÈ yÏÿçRur Îû ÍqÁ9$# 4 y7Ï9ºs ãPöqt ÏÏãuqø9$# ÇËÉÈ ôNuä!%y`ur @ä. <§øÿtR $ygyè¨B ×,ͬ!$y ÓÍkyur ÇËÊÈ ôs)©9 |MYä. Îû 7's#øÿxî ô`ÏiB #x»yd $uZøÿt±s3sù y7Ytã x8uä!$sÜÏî x8ã|Át7sù tPöquø9$# ÓÏtn ÇËËÈ tA$s%ur ¼çmãZÌs% #x»yd $tB £t$s! îÏGtã ÇËÌÈ
Dan datanglah sakaratul maut dengan
sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya. Dan ditiuplah
sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman. Dan datanglah tiap-tiap diri,
bersama dengan dia seorang malaikat penggiring dan seorang malaikat penyaksi.
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, Maka kami
singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, Maka penglihatanmu pada
hari itu amat tajam. Dan yang menyertai dia Berkata : " inilah (catatan
amalnya) yang tersedia pada sisiku".(Q.S. Qaaf, 50 : 19-23)
Dalam tafsir al- Maraghi, ayat-ayat tersebut
dikelompokkan bersama dalam ayat 16, 17 dan 18 surat Qaaf yang menginformasikan
bahwa Tuhan mengetahui sesuatu yang tergetar dan tergores dalam hati manusia,
dan tuhan secara rohaniah lebih dekat dengan manusia daripada urat lehernya.
Pada ayat tersebut juga dijelaskan bahwa amal perbuatan manusia senantiasa
dicatat dua malaikat yang disebelah kanan, dan sebelah kiri. Dari
pengelompokkan tersebut dapat diketahui bahwa ayat 19-23 surat Qaaf tersebut
berhubungan dengan pembicaraan disekitar niat, ucapan dan amal perbuatan
manusia yang selalu dipantau oleh Allah melalui malaikatnya.
Al-Maraghi lebih lanjut
mengatakan bahwa ayat yang berbunyi: Maksudnya bahwa sakarat al-maut yang
pada umumnya manusia berusaha keras menghindarinya, namun itu semua tidak dapat
dipungkiri. Hal yang demikian sejalan dengan pendapat Ibn kohsir yang mengatakan
bahwa maksud ayat tersebut adalah Allah mengingatkan kepada manusia bahwa
sekarat al-maut itu akan datang dengan pasti, sehingga tidak ada keraguan dan
kebimbangan sedikitpun. (Nata, Abuddin, Tafsir ayat-ayat
pendidikan, 2010, hlm. 67)
Kemudian ayat yang
berbunyi mengatakan bahwa pada saat sangkakala ditiupkan pada tiupan
yang pertama, itulah masa yang keadaannya amat dahsyat (al-Zaman al-adziem
al-Ahwal), yaitu saat dimana Allah menjajikan balasan siksa bagi
orang-orang yang inkar kepada allah SWT. Kemudian ayat yang berbunyi yaitu
bahwa pada saat itu setiap manusia datang menghadap tuhan dengan disertai
malaikat yang mengiring (saiq), dan malaikat yang menjadi saksi (syahid).
Malaikat ini memberikan kesaksian terhadap amal perbuatan yang dilakukan
manusia selama masa hidupnya didunia, yang mencakup perbuatan yang baik atau
yang buruk.
Sayyid Quthub berpendapat bahwa manusia hidup,
bergerak, tidur, makan, minum, diam, berbicara, berjalan dan sebagainya berada
dalam pantauan dan malaikat yang berada disebelah kanan dan kiri. Semua
perbuatan manusia dinilai dan direm secara obyektif dan akurat oleh kedua
malaikat tersebut. Meskipun manusia tidak dapat mengetahui bagaimana keadaan
dua malaikat tersebut melakukan pekerjaannya, namun kita harus meyakininya
berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an
Al-Karim. (Abudin Nata, hlm. 70).
Adapun ayat menginformasikan bahwa adanya
malaikat yang mencatat amal perbuatan manusia, kematian yang akan menjemputnya,
dan kehidupan akhirat yang akan dikoninya sering dilupakan. Berkenaan dengan
kandungan surat Qaaf yang sebagainya menceritakan tentang kematian dan
kehidupan diakhirat dengan berbagai suka dukanya, maka Sayyid Quthub dalam
Tafsirnya Fil Dzilal al-Qur’an menyatakan bahwa Rasulullah Saw sering
menceramahkan kandungan surat ini pada kesempatan Shalat Idul Fitri dan Shalat
Jum’at. Surat ini sering pula dijadikan topik dan obyek ceramah pada jamaah
yang jumlahnya besar. Lebih lanjut sayyid Quthub mengatakan bahwa surat ini
adalah surat yang menggetarkan.
2.
Surat Al-A’la Ayat 14-19
ôs% yxn=øùr& `tB 4ª1ts? ÇÊÍÈ tx.sur zOó$# ¾ÏmÎn/u 4©?|Ásù ÇÊÎÈ ö@t/ tbrãÏO÷sè? no4quysø9$# $u÷R9$# ÇÊÏÈ äotÅzFy$#ur ×öyz #s+ö/r&ur ÇÊÐÈ ¨bÎ) #x»yd Å"s9 É#ßsÁ9$# 4n<rW{$# ÇÊÑÈ É#çtྠtLìÏdºtö/Î) 4ÓyqãBur ÇÊÒÈ
“Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama
Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih
kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
Sesungguhnya Ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu)
kitab-kitab Ibrahim dan Musa.” (Q.S. Al-A’la, 87: 14-19)
Surat Al-A’la juga menginformasikan tentang
keadaan orang diakhirat nanti. Khusus pada ayat 14 sampai dengan ayat 17 surat
Al-A’la dikemukakan bahwa orang yang akan berbahagia di akhirat nanti adalah
orang yang datang menghadap Allah dalam keadaan jiwa yang bersih dari dosa.
Menyebutkan nama Allah lalu mengerjakan Shalat,
maksudnya adalah menghadirkan sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan Allah
didalam hati sanubari, kemudian patuh dan tunduk terhadap keagungan dan
kehebatannya. Seorang yang menyebut nama Tuhan-nya dan mengagungkannya didalam
hati, serta takut dari ancamannya kemudian jiwanya penuh dengan rasa takut
adalah termasuk orang yang imannya kokoh.
Dan orang yang selalu benar terhadap apa yang
dilakukannya, niscaya ia akan mengutamakan kehidupan akhirat dari pada
kehidupan dunia. Hal yang demikian sejalan dengan pendapat akal yang sehat dan
petunjuk syara’. Diketahui bahwa kehidupan akhirat bersifat kekal dan
kenikmatannya tidak akan pernah sirna, tidak ada kekurangan dan cacat,
sedangkan kehidupan duniawa akan sirna. Barang siapa lebih mendahulukan
kehidupan dunia dan mencintai perhiasan dunia, berarti orang tersebut tidak
membenarkan adanya kehidupan akhirat, atau keimanan orang tersebut tidak dapat
melewati ucapannya, dan tidak sampai pada hatinya. Dengan demikian, balasan
pahala sebagaimana dijanjikan bagi orang-orang yang beriman tidak sampai kepada
orang tersebut.
3.
Surat Al-Hadid (57) Ayat 20
(#þqßJn=ôã$# $yJ¯Rr& äo4quysø9$# $u÷R9$# Ò=Ïès9 ×qølm;ur ×puZÎur 7äz$xÿs?ur öNä3oY÷t/ ÖèO%s3s?ur Îû ÉAºuqøBF{$# Ï»s9÷rF{$#ur ( È@sVyJx. B]øxî |=yfôãr& u$¤ÿä3ø9$# ¼çmè?$t7tR §NèO ßkÍku çm1utIsù #vxÿóÁãB §NèO ãbqä3t $VJ»sÜãm ( Îûur ÍotÅzFy$# Ò>#xtã ÓÏx© ×otÏÿøótBur z`ÏiB «!$# ×bºuqôÊÍur 4 $tBur äo4quysø9$# !$u÷R$!$# wÎ) ßì»tFtB Írãäóø9$# ÇËÉÈ
Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia
Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah
antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti
hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya.
dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Q.S. Al-Hadid, 57
: 20)
Menurut Al-Maraghi, ayat tersebut menggambarkan
sifat dari kehidupan dunia yang diantaranya adalah mudah sirna kehidupan dunia
justru harus dilihat dalam upaya mencapai kehidupan akhirat. Seseorang yang
mementingkan kehidupan dunia, maka jika ia mendapatkan kehidupan dunia itu
saja, Namun jika ia mementingkan kehidupan akhirat maka ia mendapatkan
kehidupan dunia dan akhirat, sebab untuk mencapai kebahagiaan di akhirat maka
ia harus mencapai kehidupan di dunia.
b.
Proses
kejadian kiamat
Proses kejadian kiamat dibedakan
menjadi dua, yaitu kiamat sughra dan kiamat kubra. Kiamat sughra (kiamat kecil)
adalah peristiwa berakhirnya setiap makhluk yang bernyawa dan hancurnya
sebagian alam seperti terjadinya kematian, banjir, longsor, gempa bumi, dan
lain-lain. Firman Allah berbunyi :
wur äíôs?
yìtB «!$#
$·g»s9Î) tyz#uä ¢ Iw
tm»s9Î)
wÎ) uqèd
4 @ä.
>äóÓx« î7Ï9$yd wÎ)
¼çmygô_ur
4 ã&s!
â/õ3çtø:$# Ïmøs9Î)ur
tbqãèy_öè?
ÇÑÑÈ
”…tiap-tiap sesuatu pasti binasa,
kecuali Allah. bagi-Nyalah segala penentuan, dan Hanya kepada-Nyalah kamu
dikembalikan”( Al-Qashash [28]: 88)
Kiamat Sughra (kiamat kecil) yang sering
terjadi dalam kehidupan manusia yaitu kematian. Setelah mati roh seseorang akan
berada di alam barzah atau alam kubur yang merupakan alam antara dunia dan
akhirat.
@ä. <§øÿtR
èps)ͬ!#s ÏNöqpRùQ$#
3 $yJ¯RÎ)ur cöq©ùuqè?
öNà2uqã_é&
tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# ( `yJsù yyÌômã
Ç`tã Í$¨Y9$#
@Åz÷é&ur sp¨Yyfø9$#
ôs)sù y$sù 3 $tBur äo4quyÛø9$#
!$u÷R$!$#
wÎ) ßì»tFtB Írãäóø9$# ÇÊÑÎÈ
”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan
mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.
barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh
ia Telah beruntung” (QS.Ali Imran[3]:185)
Berdasarkan ayat di atas jelaslah bahwa
seluruh makhluk yang ada di dunia akan hancur dan binasa, saat makhluk-makhluk
itu binasa maka boleh dikatakan sebagai kimat sugro termasuk bila seseorang
menemui ajalnya maka itupun termasuk kiamat sugro. Kiamat Kubra (kiamat Besar)
adalah peristiwa hancurnya seluruh alam semesta sehingga alam ini berganti
dengan alam yang lain, yaitu alam akhirat.
Peristiwa yang terjadi
saat kiamat kubro merupakan peristiwa yang sangat dahsyat, diawali dengan
tiupan sangkakala yang pertama. Setelah itu bumi terangkat dan bergoncang
hebat, gunung-gunung terlepas dari tempatnya, berterbangan dan bertabrakan
seperti kapas yang ditiup angin, dan bumipun mengeluarkan isi perutnya.
Firman Allah dalam Al Qur’an :
#sÎ*sù
yÏÿçR Îû ÍqÁ9$#
×pyøÿtR ×oyÏnºur ÇÊÌÈ ÏMn=ÏHäqur
ÞÚöF{$# ãA$t7Ågø:$#ur $tG©.ßsù Zp©.y
ZoyÏnºur
ÇÊÍÈ 7ͳtBöqusù ÏMyès%ur
èpyèÏ%#uqø9$#
ÇÊÎÈ ÏM¤)t±R$#ur
âä!$yJ¡¡9$#
}ÏSsù 7Í´tBöqt
×puÏd#ur
ÇÊÏÈ
”Maka apabila sangkakala ditiup sekali
tiup, dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali
bentur, Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat, Dan terbelahlah langit,
Karena pada hari itu langit menjadi lemah”.(Q.S. Al-Haqqah [69] 13-16)
Setelah semua hancur dan mati maka
sangkakala kedua pun ditiup, saat ini Allah membangkitkan kembali semua manusia
dikumpulkan di alam mahsyar untuk menjalani pemeriksaan terhadap amal
perbuatannya yang dilakukan ketika di dunia. Tetapi sebelum mereka dibangkitkan
dan berkumpul di alam makhsyar terlebih dahulu mereka berada di alam barzakh.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ
فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ
فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ
ضَيْفَهُ
[رواه البخاري ومسلم]
Dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya. (Hadits Riwayat
Bukhori dan Muslim).
Allah SWT sebagai Yang Maha Pengasih dan
Penyayang, mengingatkan kepada makhluknya agar jangan sampai terpedaya oleh
kenikmatan kehidupan dunia yang demikian itu. Menurut Al-Qur’an akhirat sangat
penting karena berbagai alasan, alasan-alasannya yaitu :
a. Moral dan keadilan sebagai konstitusi realitas menurut al-Qur’an
adalah kualitas untuk menilai amal perbuatan manusia karena keadilan tidak
dapat dijamin berdasarkan apa-apa yang terjadi di atas dunia.
b.
Tujuan-tujuan harus
dijelaskan dengan seterang-terangnya sehingga manusia dapat melihat apa yang
telah diperjuangkannya dan apa tujuan-tujuan yang sesungguhnya dari kehidupan
ini. Hal ini teramat penting didalam keseluruhan doktrin al-Qur’an tentang
kebangkitan kembali, karena “penimbangan amal-perbuatan” masyarakat dan
tergantung padanya.
c. Alasan ke-3 sangat erat hubungannya dengan alasan ke-2
perbantahan, perbedaan pendapat, dan konflik diantara orientasi-orientasi
manusia akhirnya harus selesai.
Didalam al-Qur’an terdapat istilah-istilah lain
yang berhubungan dengan hari akhir, yaitu :
a) Yaumul al-Qiyamah (hari kiamat)
b)
Yaumul al-Wa’dah (hari
pembalasan)
c)
Yaumul al-Waqi’ah (hari
kejadian)
d) Yaumul al-Taghabun (hari penyelesaian)
e)
Yaumul al-Hasyr (hari
digiring)
f)
Yaumul al-Ba’ts (hari
kebangkitan)
g)
Yaumul al-Zilzal (hari
gonjang-ganjing)
h) Yaumul al-Hisab (hari perhitungan), dan sebagainya.
Berdasarkan istilah tersebut jika dihubungkan
antara satu dan lainnya dapat dikemukakan sebagai berikut, yaitu bahwa hari
akhir dimulai dengan munculnya kejadian (al-waqiah) yang mengagetkan,
bergetar dan gunjang-ganjing (al-zilzal) dilanjutkan dengan
ditegakkannya (al-qiyamah) aturan Tuhan dibangkitkan dari dalam kubur (al-ba’ats)
digiring menuju tuhan, dihitung segala amal perbuatannya dan diberikan balasan
atau ganjaran, hasilnya ada yang menyesal dan setelah itu barulah ia ditempatkan
disurga atau neraka, dan inilah kehidupan akhirat.
Berdasarkan uraian diatas, bahwa keimanan
terhadap hari akhir memiliki empat implikasi kependidikan, yaitu :
a. Implikasi materi atau muatan pendidikan, yakni bahwa keimanan
terhadap hari akhir merupakan bagian terpenting dari materi pelajaran yang
harus diberikan. Materi keimanan ini bahkan harus mendasari seluruh materi
pelajaran lainnya, termasuk mata pelajaran dibidang studi umum.
b.
Implikasi materi atau
muatan pendidikan akhlak sebagai hasil dari materi pendidikan keimanan.
c.
Implikasi evaluasi
pendidikan yang berfungsi untuk melihat hasil pendidikan secara obyektif.
d. Implikasi administratif, yakni hasil dari proses pendidikan
sekecil apapun harus dihitung dan dipadukan antara satu bagian dengan bagian
lain, sehingga dapat diketahui hasilnya secara utuh. Maksudnya di akhirat nanti
setiap orang akan mendapatkan buku catatan amalnya, dan hasil catatan tersebut
akan dibacakan dan digelar secara terbuka, dan diterimakan oleh orang yang
bersangkutan. Seperti firman Allah:
¨@ä.ur ?`»|¡SÎ) çm»oYøBtø9r& ¼çnuȵ¯»sÛ Îû ¾ÏmÉ)ãZãã ( ßlÌøéUur ¼çms9 tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# $Y7»tFÅ2 çm9s)ù=t #·qà±YtB ÇÊÌÈ ù&tø%$# y7t6»tGÏ. 4s"x. y7Å¡øÿuZÎ/ tPöquø9$# y7øn=tã $Y7Å¡ym ÇÊÍÈ
“Dan tiap-tiap manusia itu kami tetapkan amal
perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan kami keluarkan
baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. Bacalah
kitabmu, cukup dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisap terhadapmu.”(Q.S.
al-Isra’; 17 : 13-14)
B. Aspek Pendidikan yang
Terkandung di dalam Iman Kepada Qodho dan Qodar
- Pengertian
Qodho dan Qadar
Menurut bahasa Qodho
memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan, pemerintah, kehendak,
pemberitahuan, penciptaan.
Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah Swt sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan
dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian,
peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan
ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu
sesuai dengan iradah-Nya.
- Surat
Ali Imran Ayat 145 dan
Terjemahannya
$tBur tb$2 C§øÿuZÏ9
br&
|NqßJs?
wÎ) ÈbøÎ*Î/
«!$# $Y7»tFÏ.
Wx§_xsB 3 ÆtBur ÷Ìã
z>#uqrO
$u÷R9$# ¾ÏmÏ?÷sçR $pk÷]ÏB `tBur ÷Ìã
z>#uqrO
ÍotÅzFy$# ¾ÏmÏ?÷sçR $pk÷]ÏB 4 ÌôfuZyur tûïÌÅ3»¤±9$# ÇÊÍÎÈ
“Sesuatu yang bernyawa
tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah
ditentukan waktunya. barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami
berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala
akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. dan Kami akan
memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Q.s Ali Imron ayat
145)[1]
a)
Tafsir al-Ayat
Surat Ali Imran/3: ayat ini
dihubungkan dengan ayat sebelumnya dengan berkata bahwa kematian pimpinan
pendukung-pendukung suatu agama tidak wajar dijadikan sebab untuk mengelak dari
pertempuran dan meninggalkan medannya, kecuali jika kematian itu terjadi tanpa izin
Allah, pemilik agama itu. (Quraish Shihab, Tafsir
al-Misbah, 2002, volume
2, hlm. 235)
Di sisi lain, meninggalkan
medan perang tidak akan ada manfaatnya kecuali jika itu menjadi sebab
keselamatan. Kalau tidak demikian, dalam arti kalau kematiannya tidak dapat
terjadi kecuali atas izin-Nya, dan lari dari medan perang tidak menjadi sebab
panjang atau pendeknya usia, maka apa yang dilakukan oleh sebagian peserta
perang Uhud adalah sesuatu yang sangat tidak pada tempatnya. Inilah pesan yang
dikandung dalam ayat ini, yakni sesuatu yang bernyawa makhluk apa pun ia, dan
setinggi apa pun kedudukannya dan kemampuannya tidak akan mati dengan satu dan
lain sebab melainkan dengan izin Allah, yang memerintahkan kepada malaikat maut
untuk mencabut nyawanya, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya
sehingga tidak akan bertambah usia itu dengan lari dari peperangan tidak juga
berkurang bila bertahan dan melanjutkan perjuangan.
Firman-Nya: ( وَمَا كَانَ ) dari segi bahasa pada mulanya berarti tidak
wajar. Ketika kata itu dikaitkan dengan kematian satu jiwa ( لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ ), maka terjemahannya
secara harfiahadalah “Tidak wajar satu jiwa mati ..” redaksi ini menimbulkan
pertanyaan, karena jika anda berkata: “Tidak wajar yang ini”, maka akan timbul
pertanyaan, “Apa yang wajar?” dan ketika itu terkesan adanya pilihan. Nah,
sekali lagi timbul pertanyaan: “Apakah ada yang wajar atau tidak wajar untuk
menentukan datangnya kematian? Adakah pilihan bagi seseorang menyangkut
kematian?” Tentu saja jawabannya: “Tidak ada!” Jika demikian, mengapa ayat ini
berbunyi seperti itu? Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi memberi jawaban sebagai
berikut: “Seandainya ada seseorang yang akan membunuh dirinya, maka dia tidak
akan mati (walau usahanya telah maksimal) kecuali sudah izin Allah kepada
malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Kalau yang mau membunuh diri saja tidak
dapat mati kecuali seizin-Nya, maka lebih-lebih mereka yang memelihara dirinya.
Hal tersebut demikian, karena ajal telah ditentukan Allah, dan dengan demikian,
tidak wajar seseorang menghindar dari peperangan karena takut mati.”
Allah Swt menyatakan:
"semua yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin-Nya, tepat pada
waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya”. Artinya persoalan mati itu
hanya di tangan Allah, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang di
takuti. Dalam hal ini keimanan terhadap qadha’ dan qadar sangatlah diperlukan,
karena jika kita meyakini tentang qadha’ dan qadar tentu kita akan berserah
diri kepada Allah tentang urusan yang sudah pasti urusan Allah yaitu salah
satunya adalah tentang ajal. Ayat Ini merupakan teguran kepada orang-orang
mukmin yang lari dari medan perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan
petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah Swt.
b)
Tafsir Jalalain
(Setiap diri tidaklah akan
mati kecuali dengan izin Allah) artinya daripada-Nya (sebagai ketentuan)
mashdar artinya ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah (yang telah
ditetapkan waktunya) hingga tidak dapat dimajukan atau diundurkan. Lalu kenapa
kamu menderita kekalahan, padahal kekalahan itu tidak dapat menolak kematian
dan ketabahan takkan dapat mengakhiri kehidupan. (Barang siapa yang
menghendaki) dengan amalannya (pahala dunia) artinya balasannya (Kami berikan
itu kepadanya) artinya bagiannya di dunia tetapi di akhirat ia tidak mendapat
apa-apa. (Dan barang siapa menghendaki pahala akhirat Kami berikan pula
kepadanya) artinya pahalanya (dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang
yang bersyukur).
2.
Surat An-Naba ayat 29 dan Terjemahannya
¨@ä.ur
>äó_x« çm»oYø|Áômr& $Y7»tGÅ2
ÇËÒÈ
“Dan segala sesuatu telah
Kami catat dalam suatu kitab.”
Ayat ini boleh diartikan
dua: Pertama, tidaklah patut mereka mendustakan, kerana semuanya telah tertulis
dengan jelas. Atau tidak patut mereka mendustakan, karena akal mereka yang
murni atau yang dinamai fitrah tidak akan menolak kebenaran dari Allah itu.
Hati nurani manusia tidak dapat menolak ayat-ayat Allah itu, karena dia telah
terkumpul dalam kitab. Yaitu kitab-kitab suci yang dibawa Nabi-nabi, atau kitab
pada alam terbuka ini, sebagaimana telah diuraikan dalam ayat-ayat 6 sampai
ayat 16 di atas tadi.
Arti yang kedua ialah bahwa
manusia tidak akan dapat mengelakkan diri daripada perhitungan Allah Swt yang
sangat teliti di akhirat kelak. Sebab segala sesuatu yang telah dikerjakan oleh
manusia, buruknya dan baiknya, semua sudah tertulis di dalam kitab di sisi
Tuhan. Ada malaikat-malaikat yang mulia, yang disebut kiraaman kaatibiin, yang
selalu menuliskan segala sesuatu yang telah diamalkan oleh manusia, sehingga
mereka tidak memungkirinya lagi.
Segala sesuatu dalam
kehidupan ini dihimpun di dalam sebuah Kitab tunggal. Segala sesuatu adalah
Kitab, dan Kitab itu mengandung segala sesuatu. Segala sesuatu yang ada adalah
saling berhubungan dan pada akhirnya berakhir pada satu tempat, tidak ada yang
terpisah. Yang mengingkari kebenaran ini berarti telah melanggar dirinya
sendiri, dan pelanggaran ini pun tertulis dalam Kitab tersebut. Segala sesuatu
telah diperhitungkan dan tercakup dalam Kitab tentang kesejatian ini, Kitab
tentang manifestasi, Kitab yang komprehensif tentang qadhâ wa qadar (takdir
keputusan Tuhan). Alquran adalah manifestasi yang jelas dari Kitab tersebut. (Diakses dari http://tafsir.cahcepu.com/annaba/an-naba-21-30/, pada tanggal 20 Mei 2016)
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْئٌ فَلاَ تَقُل:ْ لَوْ
أَنِّيْ فَعَلْتُ، كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
“…Jika sesuatu menimpamu, maka janganlah
mengatakan, ‘Se-andainya aku melakukannya, niscaya akan demikian dan demikian.’
Tetapi ucapkanlah, ‘Sudah menjadi ketentuan Allah, dan apa yang dikehendakinya
pasti terjadi..”
(HR. Muslim, no. 2664)
Demikianlah
(dalil-dalil tersebut), dan akan kita temukan dalam kitab ini dalil-dalil yang
banyak dari al-Qur-an dan as-Sunnah, sebagai tambahan atas apa yang telah
disebutkan.
b.
Usaha Manusia
1.
An-Najm Ayat 39 dan Terjemahannya
br&ur
}§ø©9 Ç`»|¡SM~Ï9
wÎ) $tB 4Ótëy
ÇÌÒÈ
“Dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang Telah diusahakannya.”
Ayat ini sering dijadikan dalil bahwa pahala amal shaleh seseorang
tidak dapat dikirimkan (dihadiahkan) kepada Muslim lainnya. Sayyidina ‘Abbas
sepupu Nabi SAW yang mendapat do’a langsung dari Rasulullah SAW agar memperoleh
kemampuan untuk menafsirkan Al-Qur’an menyatakan bahwa ayat 39 surat An-Najm
tersebut telah di-mansukh oleh ayat 21 surat Thur: “Dan orang-orang yang
beriman yang diikuti oleh keturunannya dengan keimanan, Kami hubungkan
(kumpulkan) keturunannya itu dengan mereka (di dalam surga) dan Kami (dengan
itu) tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal-amal mereka.”(
Diakses dari http://quran.al-shia.org/id/tafsir/juz30/078.htm, pada tanggal 20 Mei 2016)
Dalam
ayat Thur ayat 21 diatas, dinyatakan bahwa anak cucu yang mengikuti leluhurnya
dengan keimanan akan diletakkan di tempat yang sama meskipun tidak memiliki
bekal amal yang sama. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi berkat amal orang
tuanya (leluhurnya).
Ayat
ini turun untuk menjelaskan bagaimana syari’at Nabi Musa dan Nabi Ibrahim.
Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa?
Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (Yaitu)
bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, Dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya
(QS. An-Najm: 36-39)
Dalam
syari’at kedua Nabi tersebut (Nabi Musa dan Nabi Ibrahim), seseorang hanya akan
mendapatkan pahala dari amalnya sendiri, sedangkan dalam syariat Nabi Muhammad
SAW mereka umat Rasulullah akan mendapatkan pahala amal mereka dan juga pahala
amal orang lain yang diniatkan dihadiahkan untuk mereka. Pendapat
ini disampaikan oleh Imam ‘Ikrimah.
Ayat
tersebut ditujukan untuk orang kafir. Di dunia ini mereka akan mendapatkan
balasan amal baik mereka, sehingga di akhirat nanti sudah tidak memiliki
kebaikan lagi. Sebagaimana diriwayatkan bahwa ketika ‘Abdullah bin Ubai
(pimpinan orang-orang munafik) meninggal dunia, Rasulullah SAW memberikan
pakaian beliau untuk dijadikan kain kafannya.
Syaikh
Ibnu Taimiyyah menjelaskan : “Dalam ayat tersebut Allah tidak bermaksud
menyatakan bahwa seseorang tidak bisa mendapat manfaat dari orang lain, Namun
maksudnya, seseorang hanya berhak atas hasil usahanya sendiri. Sedangkan hasil
usaha orang lain adalah hak orang lain. Namun demikian ia bisa memiliki harta orang
lain apabila dihadiahkan kepadanya. Begitu pula pahala, apabila dihadiahkan
kepada si mayit maka ia berhak menerimanya seperti dalam solat jenazah dan doa
di kubur. Dengan demikian si mayit berhak atas pahala yang dihadiahkan oleh
kaum muslimin, baik kerabat maupun orang lain.”
c.
Ajal dan umur manusia
1.
Al-Munaafiqun Ayat 11 dan Terjemahannya
`s9ur t½jzxsã ª!$#
$²¡øÿtR
#sÎ)
uä!%y` $ygè=y_r& 4 ª!$#ur
7Î7yz
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
ÇÊÊÈ
“Dan
Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila Telah
datang waktu kematiannya. dan Allah Maha mengenal apa yang kamu kerjakan.”
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa kematian seseorang sudah
ditentukan oleh Allah Swt. Kita tidak bisa bersembunyi dan hanya menerima atas
ketetapan Allah Swt. Kita juga tidak mngetahui kapan dan dimana kita menghadapi
kematian.
d.
Rezeki Manusia
1. Al-Ankabut Ayat 60 dan Terjemahannya
ûÉiïr(2ur
`ÏiB 7p/!#y
w ã@ÏJøtrB
$ygs%øÍ
ª!$# $ygè%ãöt öNä.$Î)ur 4 uqèdur
ßìÏJ¡¡9$# ãLìÎ=yèø9$# ÇÏÉÈ
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus)
rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan dia
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui."
a)
Tafsir ayat
Makhluk tidak sanggup
mengurus rezekinya sendiri karena bersifat lemah, dan juga tidak menyimpannya
untuk esok hari, seperti binatang ternak dan burung yang hanya mencari untuk
sekali makan perharinya. Sofyan bin ‘Uyainah mengatakan: “Setiap makhluk tidak
pernah menyimpan perbekalan makanan untuk hari esok melainkan manusia, tikus,
dan semut”.( Mudjab Mahalli, Asbabun-Nuzul:
Studi Pendalaman Al-Qur`an, 2002,
hlm.
295)
Diriwayatkan oleh ‘Abd bin
Humaid, Ibnu Abi Hatim, al-Baihaqi, dan Ibnu ‘Asakir dengan sanad yang daif,
yang bersumber dari ibnu ‘Umar bahwa Rasulullah saw berjalan bersama Ibnu ‘Umar
hingga sampai di daerah perkebunan Madinah. Rasulullah SAW. memungut kurma yang
jatuh dan memakannya sambil bersabda: “Mengapai hai Ibnu ‘Umar, engkau tidak
mau makan kurma ini?” Ibnu ‘Umar menjawab: “Saya tidak menginginkannya.”
Rasulullah SAW bersabda: “Aku sangat menginginkannya karena sudah empat hari
aku tidak merasakan makanan dan tidak mendapatkannya. Padahal sekiranya aku
berdoa kepada Rabb-ku, pasti Ia akan memberikan kepadaku sebanyak yang dimiliki
kerajaan Kisra (Persia) dan Kaisar (Romawi).
Bagaimana pendapatmu hai
Ibnu ‘Umar, tentang kaum yang menyimpan makanan untuk satu tahun tapi
menyebabkan lemah keyakinannya?” Ibnu ‘Umar berkata: “Demi Allah, aku tidak
menginginkannya.” Maka turunlah ayat ini (al-Ankabuut: 60) yang menegaskan
bahwa Allah –lah yang memberi rizki kepada makhluk-Nya. Bersabdalah Rasulullah
Saw:
“Allah tidak memerintahkan kepadamu untuk menimbun harta dan tidak pula untuk
menuruti syahwat. Aku tidak akan menimbun harta dinar dan dirham, serta tidak
menyimpan rizki untuk esok hari.”
Ibnu Abbas meriwayatkan
bahwa Nabi Muhammad SAW berkata kepada orang-orang yang beriman di Mekah,
ketika orang-orang musyrik menyiksa mereka: "Keluarlah kamu sekalian dan
berhijrahlah jangan bertetangga dengan orang yang zalim itu". Orang-orang
mukmin menjawab: "Ya Rasulullah, di sana kami tidak mempunyai rumah, tidak
mempunyai harta yang dimiliki, tidak ada orang yang akan memberi makan dan
tidak ada orang yang akan memberi minum". Maka turunlah ayat ini sebagai
jawaban kekhawatiran orang-orang mukmin itu.
Ayat ini turun untuk menenteramkan hati orang-orang yang beriman yang
memperkenankan seruan Rasulullah saw untuk berhijrah, baik mereka yang telah
berhijrah, maupun kaum Muslimin yang sedang bersiap-siap untuk berhijrah,
seakan-akan Allah SWT mengatakan: "Hai orang-orang yang beriman,
tantanglah musuh-musuh Allah itu. Janganlah sekali-kali kamu takut kepada
kepapaan dan kemiskinan karena betapa
banyaknya binatang melata yang tidak sanggup mengumpulkan makanan setiap hari
untuk keperluannya, tetapi Allah tetap memberinya rezeki. Maka kamu wahai
orang-orang yang beriman, jauh lebih baik dari binatang dan lebih pandai
mencari makan, kenapa kamu khawatir tidak akan mendapat makanan. Walaupun kamu
berhijrah tanpa membawa sesuatu, tetapi Allah pasti memberimu rezeki. Allah
Maha Mendengar segala macam doa, mengetahui segala rupa keadaan hamba-hamba
Nya.
Ayat ini mengisyaratkan
kepada kaum Muslimin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan mahkluk-Nya
sedikitpun. Dia mengemukakan suatu perumpamaan yang sudah ditangkap
pengertiannya oleh kaum Muslimin, seperti anak-anak binatang yang tidak sanggup
mencari makanannya sendiri. Allah telah menjadikan induknya sayang kepadanya,
sehingga mereka bersedia berusaha dan bersusah payah mencarikan makanan bagi anaknya
itu. Kemudian menyuapkan ke dalam mulut anak-anaknya itu, seperti burung dan
sebagainya. Ada pula binatang yang memberi makan anaknya telah tersedia pada
ibunya sendiri seperti susu yang terdapat pada binatang-binatang menyusui.
Semuanya itu merupakan ketentuan yang rapi dari Allah, sehingga dengan demikian
setiap makhluk yang ada ini mempertahankan jenis dan kelangsungan hidupnya.
Demikian pula halnya
manusia, ada yang kuat, ada yang lemah, ada yang kaya, ada yang miskin, ada
yang kecil, ada yang besar, ada yang tinggal di tempat yang subur, dan ada pula
yang tinggal di tempat yang tandus, semuanya diberi. rezeki oleh Allah, sesuai
dengan keperluan mereka. Inilah yang dimaksud dengan ayat. Allah memberikan
kepadanya dan kepadamu. Sebagaimana binatang yang tidak berakal diberi rezeki,
begitu pula kamu diberi rezeki, hai para Muhajirin, sekalipun harta bendamu
tertinggal di Mekah, dan mata pencaharianmu terputus.
Dari ayat-ayat di atas
dipahami bahwa manusia itu tidak mengetahui dengan pasti apa-apa yang
dilakukannya, ada yang diketahuinya dan ada pula yang tidak diketahuinya. Ia
hanya mengetahui keperluan-keperluannya yang lahir saja, sedang
keperluan-keperluannya yang batin dan keperluan-keperluannya yang lain banyak
yang tidak diketahuinya, seperti keperluan akan udara yang harus ia hirup
sehari-hari, keperluan air, keperluan batinnya dan sebagainya. Karena itu
manusia meminta kepada Tuhan hanya keperluan-keperluan dirinya yang
diketahuinya saja sedang keperluan-keperluan yang tidak diketahuinya tidak dimintanya.
Bahkan orang-orang yang tidak mengetahui adanya Tuhan tidak pernah meminta
keperluan-keperluannya kepada Tuhan yang menciptakannya, namun semua keperluan
itu dicukupi dan dilengkapi Allah SWT kepada makhluk-Nya. Allah Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.
2.
Al-Fajr Ayat 16 dan Terjemahannya
!$¨Br&ur
#sÎ)
$tB
çm9n=tGö/$#
uys)sù Ïmøn=tã
¼çms%øÍ
ãAqà)usù
þÎn1u
Ç`oY»ydr&
ÇÊÏÈ
“Adapun bila Tuhannya
mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka dia berkata: Tuhanku menghinakanku"
Ibtala (dari bala), berarti 'mencoba, memberikan ujian, menimpakan
penderitaan'. Tujuan eksistensi manusia adalah untuk menjalani balwa
(penderitaan, cobaan) agar beradab dan baik perilakunya sehingga ia berada
dalam islam yang sebenarnya: ketundukkan, kepasrahan diri dan kemerdekaan yang
sesungguhnya, sebagai hamba sejati dari kemerdekaannya dan dalam kemerdekaan
dari penghambaan sejati. Kehidupan dunia ini tak lain hanyalah penderitaan (balwa).
Jika seseorang mempunyai harta, maka sulitlah baginya untuk mempertahankan dan
memeliharanya, dan, jika ia benar-benar dalam islam, maka ia akan
membelanjakannya dengan bijak, karena tahu bahwa penggunaan yang salah akan
dimintai pertanggungjawabannya. Jika seseorang tidak mempunyai harta, ia
mengalami penderitaan karena ketiadaannya, kuatir akan tidak mampu menghidupi
dirinya dan orang lain, dan seterusnya. Jadi setiap orang mengalami
ketidakamanan, baik si kaya maupun si miskin.
Barang
material memang penting. Manusia tidak bisa berfungsi tanpa adanya
barang-barang yang pokok. Jika seseorang tidak diberi makan dan tidak ada atap
untuk berlindung, maka akan sulit baginya untuk mempelajari makna batin dari
eksistensi ini. Di lain pihak, ingatan seseorang tidak pemah berhenti pada satu
tingkat kepuasan: sifatnya menginginkan lebih.
Ketika
manusia diberikan kesenangan lahiriah, ia duduk-duduk saja sambil berkata,
"Tuhanku sayang dan bermurah hati kepadaku." Di lain pihak, jika
perbekalannya terbatas, maka hal itu menguji kesabaran, keuletan dan
kesanggupannya untuk tidak terlampau cemas. Manusia mengira bahwa kemiskinan
dimaksudkan hanya untuk merendahkannya. Ada beberapa kata bahasa Arab yang
diterjemahkan sebagai 'kemurahan hati', meskipun masing-masing sedikit berbeda
secara tajam. Karuma berarti 'memberi apa pun yang diminta'. Sakha berarti
'memberi apa yang dibutuhkan dan perlu', dan jada berarti 'memberi tanpa
diminta'. Makna dari kata-kata ini merupakan sifat dari Sang Pencipta. Itsar
adalah 'memberikan kepada orang lain apa yang dia sendiri butuhkan'. Ini adalah
perbuatan yang sangat mulia dari sifat sepi ing pamrih. Hanya manusia yang
melakukannya, karena Allah tidak membutuhkan apa pun.
“Dan adapun
apabila Allah nya memberikan percobaan kepadanya, yaitu dijangkakan-Nya
rezekinya.” (pangkal ayat 16). Dijangkakan, atau diagakkan, atau dibatasi dapat hanya sekedar penahan jangan mati saja.
Kehidupan miskin, dapat sekedar akan dimakan, dan itu pun payah; “Maka dia
berkata: “Allahku telah menghinakan daku.” (ujung ayat 16).
Buruk dan
baik semuanya adalah ujian. Kaya atau miskin pun ujian. Kalau Allah memberikan
anugerah kekayaan berlimpah-ruah, tetapi alat penyambut kekayaan itu tidak ada,
yaitu Iman; maka kekayaan yang melimpah-ruah itu akan membawa diri si kaya ke
dalam kesengsaraan rohani. Harta yang banyak itu akan jadi alat baginya
menimbun-nimbun dosa. Sebaliknya orang miskin, hidup hanya sekedar akan
dimakan. Kalau alat penyambut kemiskinan itu tidak ada, yaitu Iman, maka
kemiskinan itu pun akan membawanya menjadi kafir! Asal perutnya berisi, tidak
peduli lagi mana yang halal dan mana yang haram.
PENUTUP
Simpulan
Adanya
kehidupan akhirat dan
Qodho dan Qodar dengan berbagai permasalahannya
bukanlah termasuk masalah empiris yang dapat diobservasi, melainkan termasuk
masalah yang hanya dapat diimani, yaitu mengimani yang berdasarkan informasi,
yang diberikan oleh aleh Allah SWT. Atas dasar keyakinan ini, maka untuk
mendapatkan informasi yang lengkap tentang kehidupan akhirat harus menujuk
kepada informasi yang diberikan oleh Allah SWT di dalam al-Qur’an.
Percaya
kepada adanya akhirat (kehidupan) merupakan rukun iman yang kelima. banyak
dijumpai dalam al-qur’an mengenai ayat-ayat yang menjelaskan tentang kehidupan
di dunia dan kehidupan di akhirat. Diantaranya yaitu pada surat:
- Surat
Qaaf (50) ayat 19-23
- Surat
Al-A’la (87) ayat 14-19
- Surat
Al-hadid (57) ayat 20
Sedangkan percaya kepada Qodho dan
Qodar merupakan rukun iman yang ke enam. Ayat-ayat yang menjelaskan tentang
qodo dan qodar, adalah:
- Surat Ali Imron ayat 145
- Surat An-Naba’ ayat 29
- Surat An-Najm ayat 39
- Surat Al-Munafiquun ayat 11
- Surat Al-Ankabut ayat 60
Maka demi
itu, kita sebagai umat islam sebaiknya meyakini akan adanya hari akhir serta qodho dan qodar. Bahwa sesungguhnya qodho dan qodar sudah ada pada manusia masing-masing dan hari akhir itu pasti akan datang apabila waktunya telah tiba.
[1] Departemen Agama
RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
(Jakarta: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009), hlm. 68
Komentar
Posting Komentar